Powered By Blogger

Kamis, 19 Mei 2011

Tes Pembelajaran


maharanihasan.blogspot.com
 
   Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk mensisihkan logan-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Seorang ahli bernama James Ms. Cattel pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental Test and Measurement. Selanjutnya di Amerika Serikat tes ini berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama masyarakat mulai menggunakannya.
Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang yang dikenal adalah sebuah terinteligensi yang disusun oleh orang Prancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes Binet-Simon (1904). Dengan alat ini Binet dan Sinom berusaha untuk membeda-bedakan anak menurut inteligensinya. Dari pekerjaan Binet dan Sinom inilah kemudian kita kenal istilah-istilah: umur kecerdaran (mental age), umur kalender (chronologi age) dan indeks kecerdasan.
Sebelum sampai kepada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes yaitu:
1.      Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Kesimpulan dari pengertian tersebut Tes yaitu suatu alat atau tugas yang diberikan pada seseorang dengan tujuan agar dapat diramal, didiagnosis atau dinilai suatu tingkah laku (Rusli, R.S. 1988:27). Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang benar, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.
2.      Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
3.      Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes.
4.      Tester adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain, tester adalah subjek evaluasi (tetapi  adakalanya hanya orang yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya)
Rusli, S.R. (1988:4) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Tes mempunyai arti yang lebih sempit daripada pengukuran atau evaluasi. Biasanya secara umum yang dimaksud dengan tes adalah seperangkat butir atau pertanyaan yang dibuat untuk diberikan kepada siswa dengan syarat-syarat tertuntu atau tes adalah prosedur yang sistematik untuk mengobservasi tingkah laku.

B.     Fungsi Tes
Setiap kali memberikan tes, kebanyakan guru selalu bertanya kepada dirinya sendiri:
“Pertanyaan apakah yang akan saya berikan?”
“Jawaban apakah yang saya perlukan, dan jawaban manakah yang tibak perlu saya perlukan?”
“Berapa butir soal akan saya buat?”
“Bagaimanakah bentuk jawabannya?”
Dan lain-lain pertanyaan lagi. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru harus selalu ingat akan fungsi tes.
Sehubungan dengan itu hal-hal yang harus diingat pada waktu penyusunan tes, maka fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal antara lain:
1.      Fungsi untuk kelas, untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menangkap materi-materi yang telah disampaikan oleh guru dan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, sehingga dapat diketahui juga hubungan timbal balik dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru.
2.      Fungsi untuk bimbingan, dari hasil tes dapat ditentukan kuantitas bimbingan yang dibutuhkan siswa. Apakah siswa membutuhkan intensif untuk mengejar ketertinggalan, atau bahkan bimbingan intensif untuk progam akselerasi siswa.
3.      Fungsi untuk administrasi, dari hasil tes dapat diketahui kualitas kemampuan siswa secara kontinu berdasarkan kuantitas evaluasi yang diikuti siswa pada setiap tahapan.
Selain fungsi-fungsi tes tersebut, hal lain yang harus diingat adalah:
1.      Hubungan dengan penggunaan
2.      Komprehensif
3.      Kontinu

C.     Persyaratan Tes
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukuran harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
1.      Validitas, sebuah tes dikatakan validitas atau valid ketika sebuah data atau informasi sesuai dengan keadaan senyatanya.
2.      Reliabilitas (Dapat dipercaya), tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali.
3.      Objektifitas, pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk mempengaruhi. Tes dikatakan memiliki objektifitas apabila dalam melaksanakan tes  itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi harus adil dan tidak mengikat.
4.      Praktikabilitas, sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah dilaksanakan, mudah pelaksanaanya, dilengkapi dengan petunjuk yang jelas.
5.       Ekonomis, tes dikatakan ekonomis karena murah, biayanya yang relative terjangkau, tenaga banyak dan waktunya lama.

D.    Bentuk-Bentuk Tes
Tes yang dibuat guru untuk menilai kemajuan siswa agar dalam pencapaian hal yang dipelajari, dalam hal ini dibedakan atas beberapa bentuk tes, yaitu sebagai berikut:
1.      Tes Subjektif
Tes subujektif umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan dan sebagainya.
Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu kira-kira 90 sampai dengan 120 menit. Soal-soal bentuk esai ini menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki, dengan singkat, dapat dikatakan bahwa tes esai menurut siswa dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreatif yang tinggi.
2.      Tes Objektif
Tes objktif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk esai.
Penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai. Kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal. Dalam tes objektif terdapat beberapa macam, antara lain:
a.       Tes benar-salah (true-false)
Soal-soal berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pertanyaan itu dengan melingkari huruf B jika pertanyaan itu benar menurut pandangannya dan melingkari huruf S jika pernyataanya salah.
Contoh:
-B-S. Tes bentuk objektif banyak member peluang testee untuk bermain spekulasi.
Bentuk benar-benar ada 2 macan (dilihat dari segi mengerjakan atau menjawab soal) yakni:
1.      Dengan membetulkan yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.
2.      Tampa membetulkan yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang benar.
b.      Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas sesuatu keterangan atau pemberitahuan tentang sesuatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau tes terdiri atas bagian keterangan dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif. Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
c.       Tes prestasi
Tes macam ini berisi butir, pertanyaan, tugas dan sebagainya yang mencoba untuk menentukan apa yang diketahui atau apa yang dapat dilakukan oleh seseorang. Biasanya tes macam ini mengukur ketrampilan dan pengetahuan yang diperoleh seseorang waktu mempelajari suatu matakuliah, mengukur kepribadian anak (Pasaribu & Simanjuntak, 1983:118).
d.      Tes kemampuan
Tes ini sama dengan isi tes prestasi, akan tetapi tes ini diberikan dengan tujuan untuk dapat menarik kesimpulan apakah pemakaian tes akan dapat melaksanakan tugasnya dikemudian hari.

E.     Aspek-Aspek Tes
Tujuan belajar yang sudah tersohor dan fasih diucapkan oleh hamper setiap guru adalah taksonomi Bloom yang mengklasifi hasil pembelajaran menjadi 3 aspek, yaitu:
1.      Aspek kognitif
Pada ranah kognitif, Bloom mengklasifikasikan lebih lanjut menjadi enam tingkat, dari yang paling rendah ke paling kompleks. Keenam lavel aspek kognitif tersebut adalah:
a.       Pengetahuan, klasifikasi yang menekankan pada mengingat, yakni mengungkapkan atau mengenal kembali sesuatu yang telah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
b.      Pemahaman, klisifikasi ini menekankan pada pengubahan informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami.
c.       Penerapan, menggunakan abtraksi pada situasi tertentu yang kongkrit.
d.      Analisis, memilih informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci sehingga dapat dikenali fungsinya, kaitannya dengan bagian yang lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian.
e.       Sistensis, penyusunan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan, pola atau struktur pengetahuan yang baru, berupa susunan komunikasi yang unik, suatu rencana, suatu susunan operasi tertentu dan pola hubungan abstrak.
f.       Evaluasi, pertimbangan-pertimbangan nilai tentang sesuatu (bahan dan metode) untuk tujuan tertentu.

2.      Aspek Sikap (afektif)
Aspek afektif tidaklah semudah mengukur aspek kognitif. Aspek afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Perubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.
Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) mengembangkan aspek afektif menjadi lima tingkat, yaitu:
a.       Menerima, aspek ini berkaitan dengan kegiatan untuk terbuka terhadap stimulus atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya.
b.      Merespon, pada aspek ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan (berpartisipasi) sebagai respon terhadap stimulus.
c.       Menghargai, rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada stimulus, menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam situasi yang serupa.
d.      Mengorganisasi, individu yang sudah konsisten dan berhasil menampilkan suatu nilai, pada suatu saat akan menghadapi situasi dimana lebih dari satu nilai yang dapat ditampilkan.
e.       Karaktetisasi (bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang dimilikinya), ini adalah tingkat tertinggi dari aspek afektif, dimana individu akan berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang telah dijunjung, untuk mengenal latar belakang kegiatan dalam belajar dan kelainan tingkah laku anak didik (Depdikbud, 1983:2).








3.      Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Aspek motorik yang popular kita kenal adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh Simpson (1966) yang terdiri dari lima tingkat belajar, yaitu:
a.       Persepsi, proses munculnya kesadaran tentang adanya objek dan karakteristik-karakteristik melalui indera.
b.      Kesiapan, individu siap untuk melakukan suatu tindakan, baik secara mental, fisik, maupun emosional.
c.       Respon terbimbing, mahasiswa melakukan tindakan dengan mengikuti suatu model. Ini dapat dilakukan dengan meniru model dan coba-gagal sampai tindakan yang benar dikuasai.
d.      Mekanisme, pada tingkat ini individu telah mencapai tingkat kepercayaan tertentu dalam menampilkan untuk kerja motorik yang dipelajari.
e.       Respon terpola, pada tingkat ini individu telah mencapai ketrampilan yang tinggi (gerak otomatis). Ia dapat menampilkan untuk kerja motorik yang menuntut pola tertentu, dengan tingkat kecermatan dan kecepatan serta efisien yang tinggi.